
Jerzy Sebastian Lubomirski: Pangeran yang Menantang Mahkota
Buntok Kota – Jerzy Sebastian Lubomirski bukan sekadar bangsawan biasa dari Polandia abad ke-17. Ia adalah simbol keteguhan, kekuatan politik, dan kontroversi besar dalam sejarah Persemakmuran Polandia-Lituania. Lahir pada 20 Januari 1616, Lubomirski adalah anak dari Stanisław Lubomirski, seorang voivode dan starost terkemuka, serta Zofia Ostrogska, putri dari salah satu keluarga bangsawan Ukraina paling berpengaruh.
Karier Gemilang di Dunia Militer dan Politik
Sejak usia muda, Lubomirski menunjukkan bakat luar biasa dalam dunia militer dan politik. Pada tahun 1643, ia ditunjuk sebagai Sejm Marshal, dan pada 1647 menjadi Starost Kraków. Tak lama kemudian, ia menjabat Court Marshal of the Crown, lalu Grand Marshal of the Crown pada 1650, dan akhirnya diangkat sebagai Field Crown Hetman pada 1658—jabatan militer tinggi di Persemakmuran.

Baca Juga : Fenomena Pekerja Migran Indonesia Peluang atau Kebutuhan
Nama Lubomirski semakin dikenal luas saat memimpin pasukan Polandia melawan berbagai musuh besar seperti Kozak Ukraina, Swedia, Transylvania, dan Muscovy selama periode 1648–1660. Salah satu keberhasilannya yang paling menonjol adalah kemenangan atas George II Rákóczi dari Transylvania serta memaksa pasukan Rusia menyerah dalam Pertempuran Cudnów tahun 1660, bersama Stanisław “Rewera” Potocki.
Dituduh Berkhianat dan Bangkit Melawan Raja
Namun, kariernya yang cemerlang tidak berlangsung tanpa konflik. Lubomirski berselisih tajam dengan Raja John II Casimir, terutama soal reformasi pemerintahan dan rencana pemilihan raja selagi raja masih hidup (vivente rege). Tahun 1664, atas tuduhan pengkhianatan, ia dicopot dari semua jabatan dan diasingkan. Tapi bukannya tenggelam, Lubomirski bangkit.
Tahun berikutnya, ia memulai apa yang dikenal sebagai Pemberontakan Lubomirski (Rokosz Lubomirskiego). Ia menggunakan pengaruhnya untuk membubarkan dua sidang Sejm, dan memimpin pasukan gabungan antara tentara profesional dan bangsawan bersenjata (pospolite ruszenie), mengalahkan pasukan kerajaan di Częstochowa (1665) dan Mątwy (1666)—pertempuran terakhir bahkan melibatkan calon Raja masa depan, John III Sobieski.
Kemenangan Politik yang Berakhir Tragis
Kemenangan militer Lubomirski membuahkan hasil politik besar. Melalui Perjanjian Łęgonice, ia mendapatkan kembali semua jabatannya, dan raja dipaksa menghentikan reformasi, termasuk gagasan pemilihan raja saat masih hidup. Tekanan politik ini mendorong abdikasi Raja John II Casimir pada 1668, dua tahun setelah pertempuran.
Namun ironisnya, Lubomirski sendiri tidak pernah benar-benar kembali ke panggung utama. Meskipun menang, ia akhirnya diekstradisi dan menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan. Ia wafat pada 31 Desember 1667, hanya setahun setelah perjanjian yang mengakhiri pemberontakannya.
Warisan Seorang Pemberontak Bangsawan
Lubomirski dikenang sebagai sosok kuat yang menantang sistem kerajaan demi mempertahankan hak bangsawan, meski langkahnya juga memperlambat kemajuan politik Persemakmuran. Ia adalah lambang dari kekuatan oposisi dalam sistem monarki elektif—pahlawan bagi sebagian, pemberontak bagi yang lain. Tapi yang pasti, sejarah tidak akan pernah melupakannya.














