
Barito Selatan Menolak Pemeriksaan Lingkungan yang Terancam Rusak
Buntok Kota – Barito Selatan di mana permasalahan kerusakan lingkungan khususnya di kawasan Sungai Singan, telah memicu protes dari masyarakat setempat. Lembaga Pecinta Lingkungan Hidup Nusantara (LPLHN) Provinsi Kalimantan Tengah menilai sikap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barito Selatan yang menolak permintaan masyarakat untuk memeriksa lokasi yang dianggap tercemar sebagai tindakan yang mencurigakan.
Sikap DLH yang Membingungkan Masyarakat
Ketua DPD LPLHN Kalteng, Nanang Suhaimi, menyatakan kecewanya terhadap sikap DLH Barito Selatan yang menolak melakukan pemeriksaan dan pengambilan sampel di lokasi yang ditunjukkan oleh warga. Hal ini terjadi setelah adanya investigasi bersama antara warga, pihak PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU), dan DLH Barsel, pada 25 Juni 2025. Warga yang terlibat dalam investigasi menduga bahwa aktivitas penambangan di kawasan Sungai Singan telah mencemari lingkungan mereka, namun DLH Barsel menolak untuk mengikuti permintaan warga tersebut.
Baca juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Nanang menyebutkan bahwa penolakan ini patut diduga merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk menekan perjuangan masyarakat yang sedang berusaha mengungkapkan kerusakan lingkungan akibat pertambangan. Menurutnya, tindakan ini juga bisa dilihat sebagai usaha untuk membuktikan bukti-bukti pencemaran yang nyata.
Pencemaran Lingkungan yang Mengancam Kehidupan Masyarakat
Kecemasan Warga Masalah utama yang dihadapi warga desa Muara Singan dan sekitarnya adalah pencemaran lingkungan yang semakin parah. Warga menduga bahwa kerusakan ekosistem Sungai Singan disebabkan oleh lumpur-lumpur yang berasal dari aktivitas pertambangan di sekitar anak-anak sungai. Lumpur tersebut tidak hanya mencemari udara, tetapi juga mengancam pertumbuhan tanaman warga di kebun mereka.
Nanang menjelaskan, selain pencemaran logam berat yang bisa merusak kualitas udara, dampak lain yang juga signifikan adalah sedimentasi yang terjadi akibat pertambangan. Lumpur-lumpur yang terbawa aliran sungai mengendap di dasar sungai, dan saat terjadi banjir, lumpur tersebut merembes ke kebun-kebun warga. Hal ini menyebabkan kerusakan pada tanaman dan menurunnya hasil pertanian yang bergantung pada kesuburan tanah.
Lebih jauh lagi, Nanang menegaskan bahwa pencemaran lingkungan ini bukan hanya masalah kerusakan ekosistem sungai, tetapi juga hilangnya sumber air bersih yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Selain itu, kepunahan ikan endemik yang sebelumnya menjadi sumber mata pencaharian warga juga menjadi salah satu dampak yang sangat merugikan.
Penolakan Pemeriksaan oleh DLH dan Ketegangan yang Terjadi
Ketegangan antara warga dan pihak DLH Barsel semakin memuncak saat Kepala UPT Laboratorium DLH, Tunai Harapan Kami, menolak untuk mengikuti permintaan warga dalam hal pengambilan sampel di beberapa titik yang diduga tercemar. Tunai berdalih bahwa pihaknya telah menentukan titik pengambilan sampel berdasarkan koordinat yang sudah ada, dan tidak perlu mengikuti titik yang ditunjukkan oleh warga. Hal ini memicu ketegangan dengan masyarakat yang merasa bahwa pemeriksaan yang dilakukan DLH tidak adil dan tidak transparan.
“Kalau dari kami (DLH) cuma tiga titik, jadi tiga itu sudah mewakili semuanya,” kata Tunai, yang semakin membuat warga merasa tidak didengar. Padahal menurut Andi, Ketua BPD Muara Singan, ada kesepakatan bersama yang telah tercapai antara masyarakat, DLH, dan PT. MUTU, yang harusnya dijalankan dengan baik.
Ketegangan semakin tinggi ketika perwakilan PT. MUTU, Beni Pawalang, mengemukakan dugaan pencemaran dengan mengatakan bahwa pencemaran lingkungan tidak bisa hanya didasarkan pada pengamatan visual. Ia lebih memilih agar DLH bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak mengikuti tuntutan sepihak dari warga.
Hasil Investigasi yang Memperlihatkan Kerusakan
Meski terjadi ketegangan, DLH akhirnya mengambil sampel dari empat titik yang telah ditentukan. Dua titik berada di sungai anak-anak yang diduga tercemar, dan dua titik lagi di wilayah yang belum terkena dampak
Di bagian hulu Sungai Singan, airnya berwarna bening dengan pH normal, sementara di bagian hilir dan anak sungai yang terdampak pertambangan, airnya cenderung keruh dan mengandung lumpur tebal. Salah satu anak sungai bahkan menunjukkan warna udara yang oranye kemerahan (berkarat), yang jelas menunjukkan adanya kontaminasi.
Tuntutan Warga dan Harapan ke Depan
Warga berharap hasil investigasi ini bisa menjadi dasar untuk menuntut pertanggungjawaban PT. MUTU dan pihak berwenang atas kerusakan yang telah terjadi. Mereka juga menuntut agar DLH lebih transparan dan lebih responsif terhadap keluhan mereka.
Pemerintah harus tegas dalam menjaga integritas lingkungan dan hak-hak masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan.
